Awalnya, saya tidak tertarik pada Wordfast, salah satu CAT Tools alias perangkat lunak komputer untuk membantu penerjemah. Saya sering mendengar tentang Wordfast dari berbagai posting dalam milis bahtera, tapi tidak merasa membutuhkannya. Akhirnya, tahun lalu, saya dan beberapa teman penerjemah berkumpul untuk belajar Wordfast bareng mba Dina.
Saat itu saya masih blank. Tapi secara garis besar, saya mengerti Wordfast bukan tongkat sihir yang sekonyong-konyong mengubah teks sumber menjadi terjemahan. Bukan berarti setelah mengetikkan kalimat, kita tinggal duduk manis menunggu terjemahan muncul dengan sendirinya. Kita tetap menerjemahkan seperti biasa, dan Wordfast berperan mengumpulkan memori kata atau kalimat yang pernah diterjemahkan. Jika kalimat tersebut muncul lagi, Wordfast akan mengingatkan bahwa kalimat itu pernah diterjemahkan.
Sepulang pertemuan, saya langsung mengubek-ubek blog yang membahas Wordfast. Dalam tulisan “Si Katul dalam Penerjemahan Novel“, Mba Dina membahas kegunaan perangkat ini untuk menerjemahkan novel, terutama jika bertemu istilah-istilah yang menjelimet. Tulisan Nui “Sedikit Gambaran tentang Wordfast Classic” sangat sering saya buka karena banyak memuat istilah teknis yang penting bagi saya yang masih awam. Dari blog Nui, saya menemukan tautan ke blog mas Wiwit, penerjemah yang sudah lama menekuni CAT Tools. Dalam artikelnya yang ditulis dalam beberapa bagian, mas Wiwit memuat langkah demi langkah memasang dan menggunakan Wordfast Classic.
Berbekal tulisan-tulisan di atas, akhirnya saya mulai mencoba belajar Wordfast Classic. Oh ya, Wordfast terdiri atas Wordfast Professional (WFP), yang sifatnya berdiri sendiri, dan Wordfast Classic (WFC) yang dirancang sebagai add-on-nya Microsoft Word. WFC bisa diunduh secara gratis di websitenya (meski dengan keterbatasan).
Prosesnya tidak mudah. Saya pernah mencoba menerjemahkan satu buku, namun berakhir lebih lambat dari yang saya perkirakan. Selain itu, karena materi yang saya terima lebih sering dalam hardcopy, saya semakin jarang berlatih. Saya malas membayangkan harus memindai halaman demi halaman demi mendapatkan softcopy yang diperlukan dalam Wordfast. Namun, saya selalu memantau pembahasan tentang Wordfast di milis Bahtera atau di grup Belajar CAT Tools di Facebook, karena buat saya alat ini sangat menarik.
Kemudian, saya mendapat tugas menerjemahkan buku klasik yang teksnya sudah domain publik sehingga mudah ditemukan di internet. Kali ini saya mulai menemukan keasyikan ber-Wordfast-ria. Saya akui, untuk novel, CAT Tools kurang berpengaruh. Tapi saya senang karena tidak perlu berulang-ulang mengetikkan istilah dan nama tokoh yang sangat banyak, dan tinggal memasukkan perintah tertentu. Kali ini ada kemajuan, buku setebal 250-an halaman itu bisa saya selesaikan kurang dari satu bulan.
Akhirnya, seminggu lalu, saya kembali belajar Wordfast, kali ini bersama Arfan, sesama penerjemah. Enaknya belajar bareng, biasanya muncul diskusi. Salah satu yang saya ingat adalah, pentingnya menghafal perintah ketik serta “kesalahan” saya menempatkan glosarium dalam satu folder terjemahan, padahal glosarium itu mungkin bisa dipakai oleh terjemahan lainnya (lain kali saya akan menempatkan glosarium dalam satu folder terpisah yang bisa digunakan oleh beberapa terjemahan). Selain itu, jika kita mendapatkan teks sumber berupa hardcopy, mau tidak mau kita harus memindai isi satu buku!
Kebetulan, untuk terjemahan kali ini saya kembali mendapatkan hardcopy. Termotivasi belajar bareng tempo hari, saya nekat memindai satu buku setebal hampir 300 halaman, yang ternyata memakan waktu sampai tiga hari (nggak seharian sih). Untuk mendapatkan file berformat .doc yang bisa dipakai dalam Wordfast memang agak ribet, atau mungkin saya saja yang belum ketemu cara cepatnya. Kapan-kapan saya ceritakan prosesnya, karena saya baru sadar tulisan ini udah panjang banget hehe…
Sekarang saya mulai lagi mencoba menerjemahkan dengan Wordfast. Bahkan, prosesnya benar-benar dari awal, dari memindai satu buku penuh. Masih banyak yang belum saya pahami, tapi asyik juga mempelajari hal baru dan ikut jempalitan bersamanya. Namanya juga belajar… 😀
Sumber foto: Stuart Miles/FreeDigitalPhotos.net
Hah, yang sama Mbak Dina itu udah 2 tahun lalu?? *salahfokus*
Eh, baru tahun 2012 ya? Hihi mulai lupa tanggal-tanggalan. *langsung ubah
Emang kalau discan dari hardcopy bisa dijadikan .doc ya Lu? Setauku cuma yang benar-benar ebook yang bisa, itu juga kadang ngaco konversinya (beberapa huruf berubah jadi karakter Mandarin dll).
Bisa, Linda. Tapi itu dia, prosesnya buatku agak panjang. Pertama di-scan dengan OCR, black and white only. Setelah itu, file dibuka di Microsoft OneNote. Setelah itu, klik kanan, pilih “Copy Text from Picture”, dan paste di Microsoft Office. Di situ file pasti berantakan, terutama di bagian lipatan buku, sehingga harus dirapikan satu demi satu. Gapapa deh, namanya juga nyoba hehe
Jadi tertarik, Lu 🙂 … Btw saya udah pernah nyoba mindah dari hasil scan ke doc dgn otodidak (dibantu gugel sebenarnya :), hasilnya? Migrain, hihi *belum nyoba lagi*
Hehe samaaa, mba, bikin puyeng. Malah, hari pertama saya nyoba scanning cuma habis untuk menggugel. Ayo, mba coba aja Wordfast-nya 😀
mirip google translate gitu ya, mba? repot juga ya harus scan dulu
oya, mba, kartu posnya udah nyampe kemarin. makasih yaaa 🙂
Beda, Ayana. Klo google translate, kita kan tinggal masukin kalimatnya dan hasilnya muncul sendiri. Klo Wordfast dan CAT (computer-aided translation) Tools lainnya, kita tetap menerjemahkan seperti biasa, hanya saja alat itu akan membantu merekam apa aja yang pernah kita terjemahkan. Misal, kita pernah menerjemahkan “preface” dengan “prakata”. Nanti klo muncul kata “preface” lagi, Wordfast akan mengingatkan (biasanya dengan meng-highlight kata “preface”) bahwa kata tsb pernah diterjemahkan dengan “prakata”. Alat ini sangat membantu jika kita mendapatkan teks yang penuh repetisi.
Oh, udah sampe ya? Sama-sama, Ayana 😀
Ooo gitu ternyata. Emang ngebantu banget tuh, mba. Yang jelas jadi ga capek ngetik. Hehe
Iya harusnya begitu, Ayana, tapi aku juga masih belajar banget 😀
Salut, Mbak Lulu. Salam kenal dari sesama pengguna WF. Pengalaman yang mirip dengan saya, tapi Anda lebih beruntung mendapatkan pembimbing yang luar biasa. 🙂
Waaaah, ini suhunya mampir 😀 … Makasih, mas Wiwit. Saya sangat terbantu oleh blog Mas. Saya bener-bener mengikuti langkah per langkah menginstal Wordfast-nya dan cara menggunakannya.