Gara-gara konversi, saya pernah menghabiskan waktu hanya untuk mengganti pon menjadi kilogram, kaki menjadi meter, dan mil menjadi kilometer dalam buku yang saya sunting. Rupanya penerjemahnya lupa mengubah satuan imperial yang biasa digunakan di Amerika Serikat menjadi satuan internasional. Masalahnya, saya tidak bisa gegabah mengganti semuanya begitu saja. Ada angka yang harus disesuaikan saat kita melakukan konversi. Misalnya, 40 kaki, yang tidak serta-merta diubah menjadi 40 meter dan lebih tepat 12 meter. Uraian tentang konversi telah dipaparkan dalam blog Catatan Penerjemahan di sini.
Tapi jangan buru-buru mengonversi.
Setahu saya, ada beberapa satuan yang boleh tidak dikonversi karena sudah akrab dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya ukuran monitor televisi, yang lebih galib dalam inci daripada sentimeter. Atau yang lebih spesifik, seperti knot untuk satuan kecepatan kapal atau ton untuk beras.
Begitu pula mata uang. Rata-rata penerbit tidak mengonversi mata uang asing ke rupiah. Saya pernah mendapat tugas menyunting naskah terjemahan yang semua dolar di dalamnya diubah menjadi rupiah, padahal kejadiannya bukan di Indonesia dan pelakunya pun bukan orang Indonesia. Akhirnya, semuanya saya ganti lagi ke dolar. Namun, ada juga penerbit yang ingin mata uang asing dalam naskah tidak diubah, tapi nilainya dalam rupiah dicantumkan.
Teman saya punya cerita menarik tentang konversi. Dia sempat heran mengapa dalam novel yang disuntingnya semua satuan imperial tidak diubah ke satuan internasional, padahal penerjemah ini biasanya sangat teliti. Teman saya sudah nyaris mengganti semua bagian yang mencantumkan kaki atau inci ketika sadar ternyata penggunaan tersebut memang disengaja. Kalau tidak salah, ceritanya berlatar abad ke-19, saat penggunaan satuan internasional baru dikenal di Amerika Serikat, dan sang tokoh sengaja menekankan perbedaan kedua satuan tersebut.
Adakalanya konversi tak diperlukan. Namun, lebih sering konversi perlu dilakukan supaya pembaca tidak pusing membayangkan satuan yang tidak standar. Biarlah penerjemah dan penyunting yang berpusing-pusing terlebih dulu 😀
wah harus benar-benar teliti ya, mba soal konversi ini. tapi kayaknya kalau satuan kayak kaki sama inci itu sudah lumayan familiar di mata pembaca ya
Iya sih, mba, ada juga pembaca yang nggak asing dengan inci atau kaki. Tapi biasanya penerbit memilih memakai satuan internasional yang lebih umum di Indonesia 🙂
saya sih biasanya jarang merhatiin soal konversi ini. yang penting terjemahannya enak dibaca. hehe
Hihi bener, itu yang terpenting 😀
gara2 satu penerbit mengharuskan foot/inch diubah ke meter/sentimeter, aku jadikan kebiasaan sekarang waktu nerjemahin untuk penerbit lain, tapi ya menurutku lebih mudah sih untuk pembaca, cuma kalo konversinya nanggung angkanya (13,6 meter) jadi puyeng ehehe.
Hihi, iya, tapi dibuletin aja gapapa, kan, yang penting maksudnya sampe 😀
Tips-nya bermanfaat, Jeng Lulu. Terima kasih. Salam hangat!
Sama-sama, mba Indri. Ini juga gara-gara ngalamin sendiri 😀