Editor terkadang menemukan kalimat terjemahan yang dapat diterima, namun kurang enak dibaca. Definisi kurang enak dibaca ini sangat relatif dan subjektif, tapi biasanya terjadi ketika kalimat terasa sekali terjemahannya. Karena itu, jika menemukan hal semacam ini, ada baiknya editor mengutak-atik struktur kalimatnya.
Dalam buku Penerjemahan dan Kebudayaan yang ditulis oleh Benny Hoedoro Hoed, teknik ini disebut transposisi, yaitu mengubah struktur kalimat agar dapat memperoleh pesan yang sepadan. Berikut ini contoh dalam kerjaan saya (A: teks asli, T: terjemahan, S: suntingan)
Contoh 1
A: She appeared to be about five feet tall and very blond.
T: Wanita itu tampak bertinggi sekitar satu setengah meter dan sangat pirang.
S: Tinggi wanita itu sepertinya sekitar satu setengah meter dan dia sangat pirang.
Contoh 2
A: It has about the size and length of a handgun.
T: Benda itu memiliki berat dan ukuran yang sama dengan pistol.
S: Ukuran dan panjang benda itu kurang-lebih sama dengan pistol.
Contoh 3
A: First dates were the only kind Amy ever had, because there was never a second.
T: Kencan pertama adalah satu-satunya jenis kencan yang pernah dimiliki Amy, karena tidak pernah ada kencan kedua.
S: Amy hanya pernah mengalami kencan pertama, karena tidak pernah ada kencan kedua.
Sebenarnya contoh terjemahan di atas setia dengan kalimat aslinya. Tapi setelah dipikir-pikir, lebih baik struktur kalimatnya diubah saja. Toh, pesan yang ingin disampaikan tetap sama. Sebagai pengalih bahasa, baik penerjemah maupun editor, yuk kita ubah kalimat yang “kurang enak dibaca” agar pembaca jadi lebih nyaman 🙂
Sering melakukannya, tapi lupa terus namanya. Transposisi toh 🙂
Ini karena kebetulan lagi baca buku Pak Benny Hoed, Femmy. Aku juga baru tau… 😀
wahh nemuin blog ini ,jadi makin tau sebenernya kerjaan penerjemah karya fiksi itu kayak apa.thanks mba :D,salam kenal saya masih dalam proses perjalanan panjang untuk bisa jadi penerjemah yang handal kayak mba2.hehehe =p
Halo, irin. Salam kenal juga ya 🙂 Waaah, saya juga masih belajar. Amiin, moga-moga Irin bisa jadi penerjemah juga ya.
Nemu juga istilah ini di buku Translation: Bahasan Teori & Penuntun Praktis Menerjemahkan:)
Iya, sepertinya ini salah satu teori penerjemahan yang lazim diajarkan. Rasanya jadi pingin kuliah lagi *ahay*
Aamiin ^_^
Salam kenal mbak. Saya sedang mengambil mata kuliah pengutamaan penerjemahan di smt. 5 ini. Saya senang membaca tulisan-tulisan mbak tentang penerjemahan. hehehe. 🙂
Mbak, saya ingin bertanya tentang kolokasi, misalnya seperti contoh yang saya ambil dari novel Breakfast at Tiffany’s karya Truman Capote dan terjemahannya
Teks sumber: “You know so much, where is she?”
Teks sasaran: “Kalau kau memang tahu sebanyak itu, dimanakah dia?”
Pada kedua teks ini ada perbedaan, mbak, yaitu ada ‘kalau’ pada teks target. Apakah hal ini juga bisa disebut dengan kolokasi?
Terima kasih, mbak. 🙂 🙂 🙂
Halo, Ira. Salam kenal juga. Maaaaaf saya baru bales sekarang. Karena kemarin ngejar deadline, saya nggak sempet buka blog sama sekali.
Untuk pertanyaannya, sepertinya jawaban saya kurang memuaskan nih, karena kebetulan saya nggak punya latar linguistik 😛 Tapi untuk contoh di atas, saya rasa terjemahannya tepat saja, meski pada teks sumbernya tidak ada kata “if”, misalnya. Tanpa konteks kalimat secara keseluruhan, saya menyimpulkan memang ada pengandaian di situ. Makanya si pembicara ngomong seperti itu. Duh, jadi pusing ya…
Semoga ada teman saya yang membaca pertanyaan Ira, dan bisa membantu menjawab. Tapi makasih pertanyaannya ya, Ira, saya jadi belajar lagi 🙂