Apakah Anda termasuk penerjemah yang kerap mengabaikan isi SPK (Surat Perintah Kerja atau Surat Permohonan Kerjasama, dll)? Sebaiknya jangan deh. Karena saya sendiri baru mendapatkan pelajaran penting sehubungan dengan SPK ini.
Pada umumnya, penerbit menempatkan SPK sebagai komunikasi antara penerbit dan tenaga lepas. Dalam SPK tercantum judul buku, pengarang, waktu tenggat, perjanjian pembayaran, dll. Nantinya SPK akan ditandatangani oleh kedua belah pihak, dan setiap pihak memegang salinannya. Memang ada penerbit yang tidak terlalu mementingkan SPK, tapi setahu saya lebih banyak yang kebalikannya.
Saya ingin berbagi sedikit pengalaman saya tempo hari. Ceritanya saya mendapat tugas menerjemahkan suatu buku, katakanlah buku A dari pengarang X. Tapi kemudian, materi yang saya dapatkan ternyata buku B dari pengarang yang sama, sementara di SPK tercantum perintah untuk mengerjakan buku A. Saya memang lalai mempertanyakan mengapa materi yang saya terima berbeda dari kesepakatan, serta tidak mencocokkan SPK dengan materi yang saya terima. Saya malah terus saja mengerjakan materi terjemahan tersebut.
Ternyata, hal itu menjadi masalah di kemudian hari ketika saya menyetorkan terjemahan. Pihak penerbit rupanya mengirimkan materi yang sama kepada dua penerjemah yang berbeda, dan saya menerima materi yang keliru. Jadi, buku B yang saya kerjakan sebenarnya telah digarap penerjemah lain.
Hal ini terungkap tatkala setelah lewat 2 minggu, saya belum juga mendapatkan bayaran atas pekerjaan saya. Setelah menghubungi editor saya, barulah saya mendapat informasi bahwa memang terjadi kekeliruan. Dari penjelasan penerbit, karena kekeliruan terjadi pada kedua belah pihak, maka akhirnya pekerjaan saya hanya dibayar separuhnya.
Memang menyesakkan. Tapi saya sadar, masalah ini sedikit banyak timbul karena kelalaian saya tidak mencocokkan SPK dengan materi yang saya terima. Mungkin kalau saya sadar lebih awal dan segera menghubungi editor ybs, masalah ini tidak akan berlarut-larut. Tapi untunglah editor saya bersedia memberikan penjelasan dan solusi tersebut (daripada nggak dibayar sepenuhnya… hehe). Pengalaman ini mengajari saya banyak hal, terutama betapa pentingnya SPK.
wih, fatal banget ya Mbk Lulu. Pelajaran yg berharga banget
btw templatenya lebih menyedapkan mata đŸ˜€
makasih udah baca, sinta. bener banget! dan moga-moga aku nggak melakukan kesalahan serupa kelak.
wah, masa sih templatenya udah lebih enak… hihi… tergoda ganti-ganti mulu nih đŸ™‚
hiks… sedih banget yah mbak, udah makan waktu dan pikiran ternyata sudah digarap penerjemah lain… sabar yah mbak…
Benar banget pelajaran yang berharga… lain kali jadi lebih teliti đŸ™‚
makasih, mery. ya, meski sedih dan nyeselnya ampun-ampunan, kejadian ini meninggalkan pelajaran berharga. moga2 lain kali lebih teliti đŸ™‚
Waduh, bisa gitu ya? đŸ˜¦ Thank you for sharing ya, Lu.
sama-sama, nad. sedikit-banyak emang gara-gara kelalaianku. abis kejadian itu tobat deh… pokoknya aku jadi ngecek SPK melulu, dan kalo ga dapet SPK, komunikasi sama editor ybs jadi dipersering, biar ga ada miskomunikasi.
Jadi kepikir soale yang lg aku kerjain SPK-nya perasaan belum terima. Tapi so far sih komunikasinya lancar. đŸ™‚
ya sih, nad, yang penting asal ga ada miskom sama editornya insya Allah ga masalah. siiip, semoga lancar kerjaannya đŸ™‚
Terima kasih sudah berbagi info terpenting buat penerjemah pemula. Btw, boleh dikasih info lagi ga bagaimana awal yang tepat untuk memulai pekerjaan yang penuh proses kreatif ini….?
halo, saya memang berniat menulis soal itu, tapi belum sempat juga :p. tapi ini ada artikel menarik tulisan teman saya tentang awal menjadi penerjemah. bisa disimak juga: http://selviya.wordpress.com/2012/01/11/awal-mula-melamar-menjadi-penerjemah-buku-lepas/
makasih ya, udah mampir, moga-moga saya bisa bikin tulisan itu đŸ™‚