Tugas pertama saya ketika menjadi editor in-house adalah menyunting sebuah buku panduan mandiri (self-help). Ada satu kalimat yang teks aslinya begini:
Once I became aware of how much I resented people with money, I became aware of how much that resentment was holding me back in my own pursuit of wealth.
Hmm… terjemahannya sudah bagus, jadi tidak saya apa-apakan lagi:
Begitu saya menyadari betapa besar kebencian saya terhadap orang-orang berduit, saya sadar bahwa kebencian itu menghambat saya dalam mengejar kekayaan saya sendiri.
Tapi kemudian bos memanggil saya. “Coba hitung ada berapa kata ‘saya’ dalam kalimat ini,” katanya. Lima, jawab saya, dan jumlah “saya” yang bertaburan itu dikurangi.
Begitu saya menyadari betapa besar kebencian saya terhadap orang-orang berduit, saya sadar bahwa kebencian itu menghambat saya dalam mengejar kekayaan saya sendiri.
Baiklah, saya rapikan sedikit:
Begitu menyadari betapa besar kebencian saya terhadap orang-orang berduit, saya sadar bahwa kebencian itu menghambat saya dalam mengejar kekayaan.
Salah satu resep beliau dalam mengedit adalah perbanyaklah mencoret subjek yang tidak perlu, meski begitulah yang ada di teks aslinya. Kalimat dengan subjek yang berulang-ulang akan melelahkan pembacanya. Oke, saya catat, Pak. 🙂
beliau yang kemarin itu kah? *kling2* ;D
hehehe… aku juga banyak belajar dari beliau 😀
bener, mery. abis kita PM-an, aku jadi terpikir banyak juga ilmu beliau dalam hal penyuntingan. moga-moga yang aku ingat bisa kubagikan di sini. 🙂
asik… sering2 bagi ilmu yah mbak… 😀
Aku jadi tambah semangat menyiangi naskah abis baca ini:D Tapi yang banyak bukan ‘saya’, melainkan ‘mereka’. Makasih, Lul:)
Iya, rin, kasus seperti ini sebenernya banyak, dengan kata ganti yang bermacam-macam. Meski kadang kalau lagi baca cepet, hal semacam ini nggak terlalu berasa sih 🙂
Patokan juga buat penulis nih :). TFS, Lu…
sama-sama, nad 🙂 oya, goodluck sama cerpennya ya, moga2 berhasil dimuat^^