Jatah Penerjemah


Percakapan SMS suatu siang.

– Dear editor, saya penerjemah buku XXX dan sampai saat ini saya belum mendptkan bukti terbit buku itu. Bisa dikirimkan pd saya? Mohon bantuannya. Thx.

+ Iya, bisa, mau difax ke mana?

Gubrak.

Salah satu kebahagiaan seorang penerjemah adalah ketika bukunya terbit. Beberapa teman penerjemah bahkan mengistilahkan buku terbit ini dengan “lahirnya anakku” dan menyebut editor yang membantu proses terbitnya buku sebagai “si bidan”.

Penerjemah berhak memperoleh buku hasil terjemahannya. Umumnya hal ini sudah disebutkan dalam SPK. Saya baru tahu istilahnya bisa bermacam-macam. Ada yang menyebutnya “bukti terbit”, ada yang lebih canggih “complimentary copy“, ada pula yang cukup “jatah penerjemah”. Mungkin istilah yang berlain-lainan ini yang membuat editor saya di atas bingung dengan permintaan saya.

Jumlah jatah penerjemah bermacam-macam. Kebanyakan penerbit hanya memberikan satu eksemplar. Tapi ada juga yang dua eksemplar. Malah, salah satu penerbit besar di Indonesia memberikan lima eksemplar kepada penerjemahnya. Tapi karena mengerti penerjemah pasti ingin membagikan karyanya kepada teman atau rekannya, banyak penerbit yang memberikan potongan harga cukup besar kepada penerjemah karena dianggap relasi. Salah satu penerbit bahkan memberikan diskon 40%.

Kebanyakan penerjemah pasti sedih kalau sampai nggak menerima jatah bukunya (SMS di atas bermula karena sudah 3 bulan lebih sejak buku itu lahir, jatah penerjemah tidak kunjung hadir di rumah saya). Nggak cuma karena itu hak penerjemah, atau karena ingin memberikan hasil karyanya kepada orang lain, tapi saya kira ada juga penerjemah yang senang membaca ulang hasil terjemahannya, mencari apa yang dikoreksi penerbit sebagai masukan baginya *acung tangan* :p

Advertisement

11 thoughts on “Jatah Penerjemah

  1. Kalau harus menagih-nagih jatah bukti terbit, terus terang aku meninjau ulang kerja sama dengan penerbit itu ke depan:(
    Thanks artikelnya, Lul.

    1. Terpikir juga untuk meninjau ulang kerja sama, abis capek juga nagihnya, dan ini ga cuma sekali-dua kali. Sama-sama, rin 🙂

      1. kalau nagih2 bayaran gimana? wkekeeke. aku capek kalo mesti ngasih tahu berkali-kali kalau bayaran belum diterima. ;(
        sebelnya lagi pas dibayar malah kurang. Padahal itu telatnya udah 1 bulan. Jangan2 pembayaran yang kurangnya pun 1 bulan. *sigh*

      2. @momo: soal bayaran, mending nanya ke editornya langsung, mo. telepon ke kantornya, malah kalo bisa ngomong sama bagian keuangannya.
        bukannya belain si editor *sori, mo* tapi aku sendiri ngerasain kadang ada hal-hal yang di luar kuasa editor, tapi sangat tergantung sama manajemen dan keuangan penerbitan. tapi kasus mery, karena udah lama banget, harus terus dikejar. semangat ya!!!

      3. omong2 soal bayaran, saya juga udh beberapa kali mengalami terlambat dibayar oleh salah 1 penerbit…kalau diserahkan tepat pada tanggal deadline, dibayarnya sebulan lebih, kalau 2 minggu lebih awal dari deadline, nyaris 2 bulan baru ditransfer :/ tp untungnya eksemplar penerjemah belum pernah gak dikasih. Jd akhirnya jatah bukunya dapet ga mba? 😉

      4. @Linda: Alhamdulillah akhirnya dapet 🙂 Kalo soal telat dibayar, pernah sih, mba, tapi syukurlah ga lebih dari 2 bulan, itu juga udah bolak-balik ngirim sms dan neleponin penerbitnya… hehe

  2. Hahaha, lucu banget introduksi artikelnya … XD *membayangkan ratusan lembar novel dikirim via fax*

    Ada yang sampai lima? Hebat … keren ide artikelnya, Mbak Lulu 🙂

    1. Ini beneran terjadi lho, sel… hehe… Dan ada kok penerbit yang ngasih sampe 5, walau cuma denger dari temen yang menjadi penerjemah di penerbit itu. Makasih, tapi aku malah pengen nulis artikel yang ngasih ilmu baru kayak selvi. Postinganku banyakan curhat 😀

  3. Salam kenal Mba Lulu 🙂
    Berhubung topiknya melenceng ke masalah menagih fee, saya izin melenceng lebih jauh lagi hehe.. Saya baru terjun jadi penerjemah, belum tahu-menahu tentang kebiasaan-kebiasaan penerbit. Penerbit yg bukunya sedang saya kerjakan ini bayarnya sebulan lebih dan memang di SPK tidak ada janji tanggal berapa akan ditransfer. Lucunya, sebelum transferan datang, dia sudah order lagi. Jadilah naskah berikutnya datang sebelum mereka bayar pekerjaan saya sebelumnya. Wajarjah terjadi seperti itu? Maaf ya Mbaa baru kenal langsung curhat 😀

    1. Halo Tika, salam kenal juga ya 🙂

      Menurutku, SPK mestinya mencantumkan kapan pembayaran hasil terjemahan kita. Ada yg 2 minggu setelah pekerjaan disetorkan, ada juga yg sampai sebulan. Ada yg bahkan dicicil 2 kali. Lebih baik Tika tanyakan ke editor penerbit yg selama ini berhubungan dengan Tika.

      Soal wajar, aku bingung juga ya… Soalnya tiap penerbit punya aturan main masing2. Soalnya gini, misalnya, perjanjian bayarnya 2 minggu stlh pekerjaan disetorkan. Tapi baru sehari nyetor terjemahan, besoknya udah ditelepon ada kerjaan baru. Klo kayak gitu kan alhamdulillah 🙂 Begitu pula klo kebetulan kita menggarap buku seri. Setelah nerjemahin yg nomor 1, langsung diorder oleh editor untuk melanjutkan ke nomor 2, padahal yg nomor 1 belum dibayar.

      Tapi lagi-lagi, ini perlu ditanyain ke editor ybs. Menurutku ga masalah kok hal ini ditanyakan, apalagi sampai waktu yg kira2 keterlaluan (ini sih relatif ya… hehe, misal 3 bulan) pekerjaan kita tidak kunjung dibayar. Moga2 jawabanku membantu.

      1. Selama ini memang ragu mau menanyakan tentang rincian kejelasan pembayaran ke editor. Bingung bersikap karena pemula 😀 terpikir ‘jangan-jangan memang biasa begitu. (tdk ada kepastian kpn dibayar)’ terima kasih banyak Mbak Lulu 🙂

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s