Surat Lamaran Penerjemah… Sekadar Berbagi Pengalaman


Beberapa kali saya mendapat email soal cara menjadi penerjemah. Maaf kalau jawaban saya kurang lengkap, tapi Femmy Syahrani, teman sesama penerjemah, sudah menjelaskannya dengan sangat baik di sini.

Karena saya penerjemah dan penyunting buku, saya hanya tahu tentang penerjemahan buku, kurang tahu tentang dokumen. Tapi intinya, jika ingin menjadi penerjemah atau penyunting, ada baiknya aktif mengirim surat lamaran untuk posisi tersebut ke penerbit. Bisa lewat email atau pos. Isinya bermacam-macam, tapi biasanya terdiri atas surat pengantar, curriculum vitae (CV), dan contoh terjemahan.

Sebenarnya, surat lamaran penerjemah tidak berbeda dengan surat lamaran lainnya. Tapi itu masalahnya. Kadang-kadang, ada surat lamaran yang terasa tidak personal, malah seperti kerat-tempel (copy-paste) surat-surat sebelumnya. Yang diganti hanya bagian “kepada” dan “tanggal”. Sisanya sama saja. Ada pelamar yang menampilkan prestasinya di bidang marketing, misalnya, atau jumlah training yang diikutinya, padahal yang ingin diketahui penerbit hanyalah kemampuannya mengolah kata.

Hampir semua penerbit buku membutuhkan tenaga lepas—dan itu tidak hanya untuk penyunting dan penerjemah, tapi juga bidang lainnya yang terkait dengan penerbitan, seperti setter dan ilustrator. Karena itu penerbit perlu tahu riwayat atau latar belakang si pelamar, pengalaman kerjanya, dan tentu saja kemampuannya dalam menerjemahkan atau menyunting. Semua itu perlu dijelaskan dalam CV. Selain itu, sebagian besar penerbit mensyaratkan agar lamaran dilengkapi dengan contoh terjemahan serta salinan teks aslinya, cukup sekitar 5-10 halaman.

Pasti ada pelamar yang belum punya pengalaman apa pun. Tidak masalah. Sekadar berbagi pengalaman, ketika pertama kali melamar, saya tidak punya terjemahan apa-apa. Akhirnya, saya mencari satu artikel dari majalah asing dan menerjemahkannya. Contoh terjemahan itulah yang saya kirimkan berikut teks aslinya. Saya sadar tidak mungkin menonjolkan CV, jadi saya coba menerjemahkan “tugas pertama” itu dengan sebaik-baiknya. Dan mengingat sebelumnya berkiprah di bidang yang tidak berhubungan sama sekali, saya terpaksa memangkas banyak hal dalam CV saya.

Alhamdulillah, dengan bekal surat lamaran semacam itu, ada penerbit yang menerima saya. Setelah mendapat beberapa proyek terjemahan, saya berani menambahkan “daftar karya” dalam CV saya. Tapi contoh terjemahan tetap saya sertakan, dan kalau bisa, serahkan yang terbaru. Soalnya, makin ke sini, mestinya kita makin mahir.

Kadang-kadang, lamaran saya ditolak, tapi itu bukan masalah. Mungkin saja penerbit itu sedang tidak punya naskah untuk diterjemahkan, atau memang stok penerjemah mereka sudah mencukupi. Tapi setidaknya, surat lamaran kita tersimpan dalam pangkalan data mereka. Siapa tahu ketika kelak mereka membutuhkan penerjemah baru dan memperhatikan lamaran kita. Aamiin… Insya Allah.

*) sebagian artikel ini pernah dimuat di multiply saya.

Advertisement

19 thoughts on “Surat Lamaran Penerjemah… Sekadar Berbagi Pengalaman

  1. Aku juga mo nambahin pengalamanku Mbak. hehe… lamaranku berkali-kali ditolak atau “tidak diacuhkan” oleh beberapa penerbit. Tapi berkali-kali juga aku ngirim lagi, sambil bertanya kenapa ditolak, apa ada tes lagi; kalau misalnya mereka bilang hasil terjemahanku gak memenuhi standar mereka, aku tanya lagi hal-hal seperti apa yang memenuhi kriteria mereka, apa ada kritik dan saran blablabla, akhirnya editor di penerbit itu luluh juga. hihihihi… Beliau malah ngomong gini, “saya senang kamu tampak bersemangat menjadi penerjemah di tempat kami. Oke, sekarang kita coba satu buku dulu ya…” dan sekarang malah bertambah jadi beberapa buku.

    Intinya sih persistent, consistent, dan jangan sia-siakan kesempatan. Dan orang paling senang kalo ngeliat calon penerjemahnya mau belajar…

    Sekian. 😀

    1. wah, na, keren juga ya… aku belum pernah sampe kayak gitu (pasrah banget yak klo ditolak :p). tapi komentar na buat aku mikir-mikir, mungkin emang mestinya begitu ya, jadi penerbit tau kita sungguh-sungguh (masih ngincer penerbit besar itu :D)

  2. Mba, saya baru kuliah semester 3, dan saya ingin sekali mencoba melamar freelance translator, cuma, saya belum pernah melamar menjadi freelance translator, dan agak bingung mau memulai surat lamaran kerja dan CV seperti apa yang bagus. Menurut saran Mba Lulu apa sebaiknya saya coba membuat surat lamaran dan CV menggunakan full English? dan Mba, surat pengantar itu yang seperti apa ya kalo boleh info?

    1. Sebenarnya contoh surat pengantar lamaran kerja (cover letter) dan CV/resume penerjemah sangat banyak di Internet. Coba di-browsing aja. Soal pemakaian bahasa, menurut saya tergantung klien yang akan dituju. Kalau untuk penerbit Indonesia, surat dalam bahasa Indonesia sepertinya lebih pas. Tapi kalau sasaran Yasmin agensi luar negeri, tentu bahasa Inggris yang baik paling tepat. Semoga sukses 🙂

      =====

      Ini sekadar contoh cover letter yang pernah saya buat untuk penerbit:

      Dengan hormat,

      Bersama ini saya mengajukan lamaran sebagai penerjemah lepas, baik fiksi maupun nonfiksi.

      Sejak 2005 saya telah menerjemahkan berbagai genre untuk beberapa penerbit. Saya pernah menjadi editor di Penerbit XXX yang sering menggarap naskah fiksi fantasi. Saya juga melampirkan curriculum vitae dan contoh terjemahan yang pernah saya kerjakan.

      Seandainya ada kemungkinan kita bekerja sama, mohon jangan ragu untuk menghubungi saya lewat XXX (nomor ponsel) atau email ini.

      Terima kasih atas perhatiannya.

  3. Assalamu’alaikum mba, salam kenal ^^. Terima kasih mba, infonya sangat bermanfaat untuk saya yang juga akan mulai mencoba melamar sebagai penerjemah freelance. Hanya saja, saya masih bingung untuk contoh terjemahan yang akan dikirim ke penerbit itu paling bagus berapa halaman ya mba?? mohon sarannya mba.. terima kasih ~ ^^

    1. Wa ‘alaikum salam, salam kenal juga. Sebenarnya nggak ada patokan jumlah halaman untuk contoh terjemahan ke penerbit, tapi biasanya saya antara 5-10 halaman. Jangan lupa sertakan teks aslinya ya.

      Tapi belakangan saya juga mencoba mengirim lamaran ke agensi penerjemahan (non-penerbit). Untuk contoh terjemahannya, saya mengirim seperti yang ada di sini: https://lamfaro.com/sample-translations/

      Semoga sukses ya!

      1. oohh.. seperti itu mba..
        terima kasih banyak mba.
        semoga sukses selalu~~

  4. Assalamu’alaikum.. Mba,, salam kenal 🙂
    Menarik sekali blog nya. Inspiratif dan informatif. Mba dulu awal mula melamar jd translator itu memang ada lowongan atau langsung kirim2 cv aja mbak?

    1. Wa ‘alaikum salam. Salam kenal juga, Amel 😀
      Awalnya, saya menemukan iklan lowongan pekerjaan sebagai penerjemah lepas Penerbit Serambi. Setelah melamar, alhamdulillah saya diterima. Tapi justru setelah itu, sebagai pekerja lepas, saya baru sadar kita nggak bisa mengandalkan satu penerbit saja, kecuali mereka rutin memberi kita pekerjaan. Dari situlah saya mulai melamar ke penerbit-penerbit, tanpa menunggu loker dari mereka. Semoga jawabannya membantu.

  5. mba lulu,saya masih kuliah sem 3…saya ingin mencoba menjadi penerjemah freelance juga, tapi saya blm ada pengalaman apapun, blm pernah menerjemahkan dan mengirimkan terjemahan saya kepada penerbit, kira2 langkah awal apa yang bisa memabntu saya menjadi peerjemah freelance ya? terimakasih mba lulu

    1. Halo Agnata, maaf baru membalas sekarang. Menurut saya, yang terpenting pertama-tama adalah berlatih terus menerjemahkan. Cobalah menerjemahkan artikel pendek, misalnya excerpt novel berbahasa asing yang belum diterbitkan oleh penerbit Indonesia, dan minta masukan dari teman-teman tentang hasilnya. Teman saya pernah membuat blog khusus untuk latihan menerjemahkan https://latihanterjemah.wordpress.com/. Tapi mungkin belum di-update lagi sekarang. Cobalah berlatih di sana.

      Kedua coba kirim terus ke penerbit, mungkin lebih baik yang memang sedang membuka lowongan, karena dengan begitu lamaran kita akan lebih diperhatikan. Biasanya penerbit aktif mengabarkan lowongan kerja melalui medsos mereka (Facebook, Twitter, dll).

      Ketiga, sebenarnya dunia penerjemahan nggak melulu penerbit. Cobalah magang di agensi penerjemahan. Saya sendiri belum pernah mencoba jalur ini, tapi ada juga penerjemah yang mengawali kariernya dengan menjadi magang bagi penerjemah senior atau di agensi penerjemahan. Coba cari informasinya di internet.

      Keempat, terkadang klien pertama justru orang-orang di sekitar kita. Jika ada yang minta tolong menerjemahkan, cobalah, tapi selalu berikan hasil terbaik. Mungkin untuk pertama-tama bayarannya tidak besar. Tapi pengalaman menerjemahkan itu yang nggak bisa dibeli dengan uang.

      Mungkin begitu saja, Agnata. Semoga sukses, dan jangan patah semangat ya 🙂

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s