Penyuntingan yang “Merusak” Kalimat


Dari pengalaman saya, sebagian penerbit memberikan batasan kepada penerjemah mengenai apa saja yang boleh dilakukan. Misalnya, tidak boleh mengubah, mengurangi, mengganti posisi kalimat. Ada penerbit yang menegaskan bahwa penerjemah harus menerjemahkan apa adanya. Soal memperhalus dan menyederhanakan, itu tugas editor alias penyunting.

Tapi bagaimana jika hasil suntingan malah “merusak” kalimat secara keseluruhan? Terus terang saya pernah mengalami hal semacam ini dan cukup shock ketika mengetahuinya. Berikut ini beberapa contohnya. (Ket. (A): Teks asli; (T): Terjemahan; (S): Suntingan)

Contoh 1:

A: He was slightly off balance as his soles smacked back onto the concreteand the knife he threw as he landed went wide, spanging of the walkway’s railing and spinning off into the night.
T: Dia agak kehilangan keseimbangan ketika sol sepatunya membentur tembok beton—dan pisau yang dilemparkannya saat dia kembali mendarat terlalu melebar, membentur pagar pembatas lorong, dan berputar-putar memasuki kegelapan malam.
S: Dia terlihat sekali kehilangan keseimbangan. Sepatunya membentur tembok beton, dia mendarat dengan jarak antar kaki yang terlalu lebar, dan yang paling parah pisau yang dia lemparkan hanya berhasil membentur pagar pembatas lorong, dan meluncur ke kegelapan malam.

Contoh 2:

A: Slowly Ben put down the plastic bag full of cigarette ends that he’d been collecting and saving for this moment.
T: Perlahan Ben meletakkan kantong plastik berisi puntung rokok yang telah dikumpulkannya dengan hati-hati dan disimpannya untuk saat ini.
S: Perlahan Ben meletakkan kantong plastik berisi puntung rokok yang telah dia kumpulkan dengan hati-hati dan sengaja menyimpannya untuk saat seperti ini.

Contoh 3:

A: Any minute now they’d be at the office.
T: Mereka bisa tiba di kantor kapan saja.
S: Mereka mungkin saja tiba di kantor setiap waktu.

Contoh 4:

A: But then the doors opened, and he suddenly found he was looking at the most beautiful girl he’d ever seen in his life.
T: Tapi kemudian pintu membuka, dan sekonyong-konyong dia memandang gadis tercantik yang pernah dilihatnya seumur hidup.
S: Tapi kemudian pintu membuka, dan tiba-tiba dia melihat gadis paling cantik yang belum pernah dilihatnya seumur hidup.

Contoh 5:

A: He’d been expecting the charge, but his reactions had slowed over the years since they’d last fought.
T: Dia sudah memperkirakan serangan itu, tapi reaksinya telah melambat sejak pertempuran mereka yang terakhir.
S: Walaupun dia sudah memperkirakan serangan itu, tapi reaksinya jauh lebih lambat jika dibandingkan pertempuran mereka yang terakhir.

Saya sadar betul buku adalah karya bersama. Mulai dari penerjemah (untuk buku terjemahan), editor, proofreader, setter, dll, hingga tiba di tangan membaca. Oleh karena itu, saya bersyukur kalau terjemahan saya dibaca ulang oleh beberapa pihak sebelum dilepas ke pembaca.

Saya sendiri tidak keberatan dengan selingkung. Setiap penerbit pasti punya. Jadi, jika hasil suntingan disesuaikan dengan gaya selingkung penerbit, editor pasti punya pertimbangan tersendiri. Ada penerbit yang mempertahankan kata-kata seperti apapun alih-alih apa pun, lembab alih-alih lembap, hembus alih-alih embus, hentak alih-alih entak. Penerbit ini pasti punya alasan tepat memilih kata-kata yang berada di luar “pakem” KBBI.

Sebagai penerjemah, saya “patuh” dengan aturan main penerbit. Namun ketika terjadi hal semacam ini, saya gemas juga dan mempertanyakan aturan main tersebut. Semoga kalimat-kalimat yang “dirusak” dalam proses penyuntingan tidak sampai merusak isi buku secara keseluruhan. Bayangkan, betapa ruginya pembaca mengingat masih banyak pembaca yang pesimistis dengan mutu buku terjemahan.

Advertisement

11 thoughts on “Penyuntingan yang “Merusak” Kalimat

  1. Bahan renungan yang sangat bermanfaat untukku, Lul. *becermin*
    Terima kasih banyak:)

  2. Personally, aku lebih suka hasil terjemahan awalnya. Meski yang untuk contoh 5, pikirku jangan-jangan itu salah ketik atau terlewat waktu menyunting 😛

    Makasih Mbak Lulu, jadi refleksi juga buat aku. Menurutku dari awal, penerbit (khususnya penyunting) melampirkan contoh terjemahan/hasil suntingan buku sejenis agar penerjemah punya gambaran. Aku menerapkan itu di proyek yang diterjemahkan rame-rame, dan hasilnya tidak mengecewakan 🙂

    1. Bagiku soal diksi biar naskah lebih luwes itu hak editor/penerbit. Aku hanya kurang sreg klo hasilnya keliru, sehingga pembaca dapat informasi yang keliru juga.

      Makasih juga, Selvy. Idenya bagus juga soal melampirkan contoh terjemahan/suntingan. Siip^^

  3. aku pernah dong lebih fatal lagi:
    Piercing blue eyes yang kuterjemahkan mata biru yang tajam jadi mata yang ditindik hehehehehe….

    1. Iya, fatal… Pembaca juga lama-lama bingung kali kok si tokoh ga ada tindikannya… hehe… Makasih udah mampir di sini, mba esti 🙂

  4. Halo mba Lulu…salam kenal sesama penerjemah buku…saya pernah juga tuh ngalamin terjemahan yang setelah diedit malah jadi salah (dan saya udah ricek juga ke kamus utk memastikan). Akhirnya utk jaga2 saya selalu ngasih comments utk idiom atau kosa kata yang ga lazim dipakai spy ga terjadi salah kaprah dengan editornya 🙂

    1. Halo, mba Linda, salam kenal juga ya 🙂 Biasanya saya memang ngasih glosarium dan comment utk kalimat-kalimat yang saya ga yakin terjemahannya, untuk pertimbangan editor/penerbit. Tapi bagus juga ide mba soal ngasih comment untuk idiom yang ga lazim. Makasih banyak, mba 🙂

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s