Ketika pertama kali mendapat proyek menerjemahkan buku, saya tidak langsung “dilepas”. Saya diminta menyelesaikan bab 1, lalu mengirimkannya ke penerbit. Selang beberapa hari, saya diminta datang ke penerbit, lalu bersama pak bos yang merangkap editor, kami membahas kekurangan saya dalam menerjemahkan bab 1 itu sebagai masukan untuk bab-bab selanjutnya.
Salah satu pelajaran yang paling saya ingat dari beliau adalah penerjemahan idiom. Seperti yang kita ketahui, idiom itu ungkapan atau ekspresi, bisa berupa frasa atau kalimat, yang artinya bisa jadi sangat berbeda dari kata-kata pembentuknya. Saya malu juga kalau ingat betapa banyaknya teks yang saya “hajar” begitu saja, yang saya terjemahkan secara harfiah tanpa memahami konteksnya.
Idiom ini memang sukar-sukar gampang, dan sering kali menjebak. Kadang kita mengerti konteks dan maksud kalimatnya, tetapi tidak tahu bagaimana menerjemahkannya. Dan belum tentu idiom bahasa Inggris itu punya padanannya dalam bahasa Indonesia. Saya sendiri jarang memaksa menerjemahkan idiom dengan idiom. Kalau memang tidak ada, saya jabarkan saja maknanya dalam bahasa Indonesia.
Ada dua hal yang saya pegang ketika kalau bertemu si idiom. Pertama, memahami konteks kalimat atau bahkan paragrafnya. Kedua, mengecek kamus. Salah satu “primbon” saya dalam menerjemahkan adalah kamus online www.thefreedictionary.com. Hampir semua penerjemah kenal kamus ini. Di dalamnya ada bagian idiom yang diletakkan di bagian tersendiri, jadi memudahkan pencarian.
Misalnya, adegannya tentang dua gadis yang dikejar-kejar orang jahat namun berhasil lolos. Lantas gadis yang pertama ngomong, “Too close for comfort!” Sebaiknya tidak diterjemahkan: “Terlalu dekat untuk kenyamanan!” Mungkin lebih tepat: “Nyaris saja!” Penjelasannya bisa dilihat di sini.
Berikut ini contoh kasus beberapa idiom yang saya temukan dalam penerjemahan, berikut koreksinya. Rata-rata sumber rujukan saya ya “primbon” itu tadi.
A: He pulled himself upright.
T: Dia menarik diri ke atas.
E: Dia menegakkan tubuh.
C: pull/draw yourself upright: stand or sit up straight.
A: My friends remained safe, and if I brought anyone back from my travels it seemed no one was the wiser.
T: Teman-temanku tetap aman, dan jika aku membawa siapa pun kembali dari perjalananku, tampaknya tak seorang pun yang bijaksana.
E: Teman-temanku tetap aman, dan jika aku membawa siapa pun kembali dari perjalananku, sepertinya tak ada yang menyadarinya.
C: no one will be any the wiser: something that you say which means that no one will notice something bad that someone has done.
A: There is no way to tell what has happened.
T: Tak ada gunanya menyampaikan apa yang telah terjadi
E: Mustahil mengetahui secara pasti apa yang telah terjadi
C: (There’s) no way to tell: no one can find out the answer.
A: Let us take one step at a time.
T: Mari kita menentukan langkah dalam satu waktu.
E: Kita akan menyelesaikannya satu per satu.
C: one step at a time: slowly and steadily; without rushing.
Ket. (A): Teks asli; (T): Terjemahan; (E): Edit; (C): Catatan
Lul, aku masih bingung dengan klik vote di atas…mungkin koneksiku bermasalah:D
BTW makasih ya, postingannya sangat berguna:)
Sama2, rin. Wah, aku juga kurang ngerti sama vote2 itu 🙂
A: My friends remained safe, and if I brought
anyone back from my
travels it seemed no one
was the wiser. T: Teman-temanku sibuk sendiri, dan jika aku
membawa siapa pun
kembali dari perjalananku,
tampaknya tak seorang
pun yang bijaksana.
Boleh tidak menerjemahkannya seperti itu? Apakah itu terlalu melenceng dari kaidah “remained safe” atau masih bisa ditolerir? Bagaimanapun juga, saya tidak pernah mendengar ada orang Indonesia berucap “teman-temanku masih aman”.
Dalam menerjemahkan kita memang perlu melihat konteks. Maaf kalau postingan di atas tidak mencantumkan konteksnya. Untuk contoh ini, ceritanya si “aku” sedang berkelana ke dunia lain, berusaha agar makhluk-makhluk di sana tidak mengganggu teman-temannya di sini. Kalau nggak salah begitu, soalnya udah agak lama ngerjainnya 😀
Jadi “teman-temanku tetap aman” dalam konteks di atas sih menurut saya nggak masalah. Nah, yang saya masalahkan adalah paruh kedua kalimat tersebut. Karena jika “it seemed no one the wiser” diterjemahkan “tampaknya tak seorang pun yang bijaksana”, akan terasa harfiah. Lagi pula, ini memang idiom, seperti penjelasan di atas.
Tapi makasih masukannya 🙂